Peristiwa yang terjadi di Gaza pada Ramadhan tahun ini pastilah mengusik rasa kemanusiaan umat manusia di seluruh dunia (kecuali tentara, pemerintah Israel dan antek-anteknya, sepertinya). Sudah lebih dari 500 warga Gaza, Palestina yang meninggal dunia akibat serangan bertubi-tubi pihak Israel, pada saat tulisan ini dibuat. Di bulan penuh berkah bagi umat muslim ini, warga Gaza memang mendapat cobaan luar biasa.
Saat melihat berita awal minggu lalu di televisi, saya pun seolah tak mau percaya atas serangan yang terjadi di sana. But it happen. Ajang Piala Dunia yang selalu saya ikuti perkembangannya sejak bulan lalu pun menjadi hambar. Walaupun saya tetap menonton final Piala Dunia, euforia itu menjadi berbeda. Melihat apa yang terjadi di Gaza, Palestina saat ini pun sontak membuat memori saya pulang ke masa 8 tahun lalu. Saat saya berkesempatan menonton sebuah film dokumenter berjudul Death In Gaza di ajang Jakarta International Film Festival (Jiffest) bersama dengan adik saya, Venny, di Djakarta Theater.
Death In Gaza adalah sebuah film dokumenter yang disutradarai oleh James Miller dengan reporter Saira Shah, warga negara Inggris. Film ini mengupas kehidupan warga Gaza, namun dari sudut pandang anak-anak. Bagaimana suatu kelompok bisa sangat saling membenci sampai ingin membunuh pihak lainnya dan siap mati, karena itu mereka merekam dari sudut pandang generasi selanjutnya, yaitu anak-anak, who will make either peace or war in the future.
Dari preview yang diberikan panitia Jiffest, kami sudah mengetahui bahwa Miller meninggal tertembak saat sedang merekam film ini. Ngga heran makanya antrian penonton ketika itu sangat panjang. Sampai saya dan Venny pun memutuskan untuk keluar dari studio film sebelumnya lebih awal demi dapat tempat duduk untuk Death In Gaza. PS: Sebelum Death In Gaza ada pemutaran dokumenter Mozartballs (about Mozart die hard fans).
Di awal film Death In Gaza, penonton akan disajikan latar belakang dari pembuatan dokumenter ini. "In early 2003 James Miller and Saira Shah went to Gaza Strip to make a documentary about what it’s like to grow up in a conflict zone". Di awalnya memang sudah membuat orang penasaran untuk terus mantengin film dokumenter ini. Namun yang membuatnya benar-benar menarik perhatian penonton adalah voice over yang disampaikan oleh Saira Shah saat menceritakan sekelumit mengenai kontribusi Miller dalam film ini, lalu Shah mengatakan kalimat ini: "Everything about you see, you see through his (Miller's) eyes". Miller memang juga menjadi cameraman dalam film ini. Secara tak langsung, penonton memang melihat film ini dari sudut pandang Miller. Di bagian awal saja film dokumenter ini sudah mampu menguras emosi saya.
Saya pun sempat menulis review Death In Gaza dalam jurnal saya. Ini yang saya tulis ketika itu (forgive me if you found bad grammar) :
Death In Gaza is a documentary film about Palestinian kids, directed and filmed by James Miller. It tells about the life of Palestinian kids during the war with Israel. From that movie, I became aware of how cruel Israel is. Taking Palestinian land with force. Palestinian kids get furious with Israel too. From young age, they already have hatred for Israel. I know that it's like a must for them because they've trapped in a situation like that. I feel sorry for them because they have to face such condition. They want to be a mujahid just like the older people who fought.
Death In Gaza tells about the life of three Palestinian kids. A girl named Najla (about 15-16 years old), and Ahmed and Mohammed (8-9 years old). Ahmed and Mohammed were just like brothers. Ahmed wants to be what Mohammed wants to be and vice versa. "I want to do whatever Ahmed does. I want to be nice to all of the world, apart from our enemies, the Jews", Mohammed said. They want to be mujahid, while Najla wants to be a lawyer, to keep justice on earth.
Climax of the movie happened when Miller went to Najla's house to take a shoot of Israel tanks destroy Palestinian's building at night. There's also sound of shotgun. Seems like there's another little conflict out there. When the gunshot stop, Miller, Shah, and another person (I forgot who that is) went outside to check the situation because they want to go back to the hotel. Miller brings a white flag and scream: "Hello can you hear us? We are British journalists." Just a few meters they walk out from Najla's house, there's a gunshot explode. Local cameraman, who stayed in Najla's house, recorded the event when Miller went outside. The first gunfire seems like they're okay. But, the second shot had through Miller's neck and he died instantly. When it happen, all of the viewers were shocked. Shah in voice over said (more or less): "The second shot make Miller died instantly, right on his neck". Oh my God! I'm so furious! They already scream and waving white flag! How is that not enough? Miller's work actually hasn't finished yet. After shooting the life of Palestinian kids, actually he wants to shoot the life of Israeli kids, so that he could get cover both side. Unfortunately, the filming have come to an end because of Miller's death.
Review di dalam jurnal saya cukupkan sampai disitu karena saya ingin kalian menonton sendiri film ini. Sudah ada beberapa yang memposting Death In Gaza di YouTube. Dari film dokumenter ini pun terlihat bagaimana sesungguhnya para orangtua di Gaza punya harapan dan memiliki keinginan yang terbaik untuk anaknya, sama seperti orang tua lainnya di seluruh dunia. Dan juga, bagaimana cita-cita Ahmed dan Mohammed berubah setelah kematian Miller, yang dalam pandangan saya tak kalah mulianya dengan menjadi mujahid.
Saat pembuatan film ini belum diketahui secara pasti siapa yang bertanggung jawab atas penembakan Miller. Namun, belakangan diketahui bahwa Miller ditembak oleh tentara Israel, bernama Kapten Hib al-Heib. Perjalanan keluarga Miller dalam mencari keadilan terangkum dalam Wikipedia James Miller. Hanya saja saya tak setuju dengan kesepakatan akhir yang tercapai antara pemerintah Inggris, Israel dan keluarga Miller, dimana al-Heib tetap bebas tanpa mendapat hukuman berat.
Apa yang terjadi di Gaza dalam puluhan tahun terakhir sudah merupakan bentuk penjajahan dan genosida. Saya hanya bisa berharap dan terus berdoa agar tercipta kedamaian antara Palestina dan Israel. Semoga Allah memberikan keteguhan dan kesabaran bagi warga Gaza, Palestina. My prayers goes out to you, brothers and sisters. As what Michael Heart sang in his song: We Will Not Go Down In Gaza Tonight!
You'll Never Walk Alone.
No comments:
Post a Comment