Wednesday 1 June 2011

Saya dan Liputan di Ekonomi Syariah


Tulisan ini hanya untuk bercerita saja bagaimana awalnya saya bisa 'terseret' dan akhirnya tertarik ke dunia ekonomi syariah.

Awalnya, saya baru kenal dan tahu mengenai perkembangan ekonomi syariah waktu 'diceburin' sama redaktur Republika ke desk ekonomi syariah. Yang ada dalam pikiran saya pertama kali, apaan itu ekonomi syariah? Saya sama sekali ngga paham.

Jujur waktu pertama kali masuk jadi wartawan saya berharap jangan sampe ditempatin di desk ekonomi, banyak istilah yang ngebingungin..bikin pusing..belum lagi mesti ngitung2. Harapan memang selalu tidak sejalan sama kenyataan. Di bulan ke sembilan saya jadi reporter, saya langsung dicemplungin gitu aja ke desk ekonomi syariah.

Oke. Ekonomi aja udah bikin saya ketar ketir, apalagi ini ada kata 'syariah' dibelakangnya..apa bedanya sama ekonomi yang biasa?

Sehari sebelum saya beneran ngerasain liputan di desk baru, saya diminta untuk nemuin reporter ekon syariah sebelumnya dan redaktur. Duo Mas Bahrul dan Mba Ina. Selama kurang lebih seminggu berikutnya saya dapet kursus kilat soal ekonomi syariah dan istilah perbankan, asuransi, sukuk. Bedanya istilah LDR-FDR, penyebutan kredit jadi pembiayaan, NPF-NPL. Ditambah pengertian akad-akad syariah. Hadeuh..tolong.

Disini saya ngga akan menjelaskan secara teknis pengertian ekonomi syariah. Sederhananya yang saya ketahui, lembaga keuangan syariah menjalankan aktivitasnya sesuai dengan prinsip keuangan yang diperbolehkan Islam. Kendati aktivitasnya sejalan dengan prinsip Islam, tapi ekonomi syariah ini universal dan inklusif. Semua orang dapat berinvestasi maupun menjadi nasabah di keuangan syariah.

Pas saya ditempatin di ekonomi syariah ini, saya baru ngeh kalo dulu sebenernya udah pernah denger soal salah satu bank syariah dari temen kuliah saya, Nisa. Waktu jaman kuliah dulu, temen saya itu salah satu nasabah Bank Muamalat. Tapi saya nggak tau kalo itu adalah bank yang menjalankan prinsip syariah.

Saya cuma inget waktu itu Nisa pernah bilang kalo dia buka rekening itu khusus untuk tabungan dia sama yang jadi suaminya sekarang. Alasannya memilih bank itu saya ga tanya. Nisa cuma bilang kalo ATM Bank Muamalat juga bisa dipake di ATM BCA tanpa kena potongan biaya. Simple.

Udah gitu kalo ke Bank Muamalat (di Jatinangor), Nisa cerita setiap masuk ke bank selalu ada staf bank (bukan satpam) yang ngebukain pintu buat nasabah, sambil mengucapkan salam. Yah kalo didengar dari ceritanya servisnya bolehlah..

Oke, lanjut lagi. Walau awalnya pos ekonomi syariah bikin bingung, untunglah narasumber-narasumber ekonomi syariah ini banyak menolong..Maklum, I'm a newbie, jadi banyak yang ngasih penjelasan lebih lanjut soal ekonomi syariah itu kayak apa. Rata-rata mereka juga mudah dihubungi (ini dia yang disukai oleh wartawan).

Di luar liputan, hal yang masih teringat di benak saya ketika masih jadi reporter ekonomi syariah di Republika, adalah redakturnya yang selalu berganti-ganti, sementara saya tetap di desk itu. Total saya bekerja sama dengan enam redaktur selama dua tahun di desk itu. Semuanya punya kesan masing-masing dan saya belajar banyak dari para redaktur-redaktur yang hebat itu.

Redaktur pertama saya, Mba Ina yang selalu memberikan masukan terhadap angle berita, mengajarkan saya melihat cara pandang yang berbeda. Berpindah ke Mba Yenny, seorang redaktur yang penuh dengan sikap keibuan, memberikan kebebasan untuk berkreasi. Lalu Mas Elba, sosok yang selalu mengingatkan untuk mengkritisi sesuatu dan belajar untuk membuat berita yang lebih baik. Setelahnya berputar ke Kang Dsy, andalan dalam membuat tulisan feature, saya juga dituntut untuk lebih mendalami cara menulis feature ekonomi syariah.
Kemudian berpindah lagi ke Mba Yeyen, redaktur yang rajin ikut liputan dan mendorong saya untuk dapat berbahasa Inggris lebih baik (Melalui dia, saya juga bisa mewawancarai Dubes Tunisia, satu-satunya Dubes yang pernah saya wawancarai setelah selama meliput hanya terbatas mewawancarai ekonom, akademisi atau praktisi). Terakhir adalah Mas Firkah, yang menyukai berita korporasi dan juga suka memberi masukan berita. Dari semuanya saya belajar sesuatu hal yang baru di dunia jurnalistik. Dunia yang masih saya sukai sampai saat ini dan entah sampai kapan.

Di masa awal saya di ekonomi syariah, tadinya saya mikir 'Ah paling saya juga cuma ditempatin di pos ini tiga bulan aja'. Tapi ternyata eh ternyata, saya di pos itu selama dua tahun (more or less). Walau bisa dibilang untuk ukuran reporter dua tahun penempatan di suatu pos cukup lama, tapi saya nggak ngerasa expert sama sekali. Masih banyak dan luas cakupan ekonomi syariah itu. Sampai sekarang pun saya masih belajar. Lapangan liputan selalu menjadi tempat buat belajar.

Saya mengakui kalau dulu saya sempat jenuh dengan ekonomi syariah. Bosan rasanya meliput di tempat yang sama terus menerus, sementara saya ingin mencoba merambah hal yang lainnya. Saya juga sempat bilang soal itu ke redaktur saya, tapi waktu itu memang belum saatnya..Sempat pindah pos di Deptan dan Dephut tapi cuma sebulan aja, terus balik lagi ke ekonomi syariah..

Awal tahun 2011 saya akhirnya dirolling ke nasional, posnya di MK, MA, Depdagri. Setelah menjalani selama beberapa bulan, saya malah jadi kangen ngeliput ekonomi syariah dan dinamika industrinya. Semakin pengen belajar lebih mendalam lagi soal industri ekonomi syariah..Indonesia sebagian besar populasinya muslim tapi industri keuangan syariah belum terlalu besar seperti di negara jiran, ini yang masih mengusik dan menjadi pertanyaan. Bagaimana kita bisa memaksimalkan potensi yang ada, itu yang terpenting.

Akhirnya saya pun memutuskan untuk pindah ke Sharing. Jadi disinilah saya sekarang, keluarga baru, dunia lama tapi dengan semangat baru seperti anak baru. Semoga saya tetap istiqomah di jalan ini...Amien..