Saturday 21 November 2015

Seoul Trip: Lost In Seoul (Day 1)



Usai menjalani impulsive trip tahun lalu, tema liburan kali ini Lost In Seoul. Kenapa? Bisa dibilang hampir setiap hari saya nyasar saat keliling-keliling Seoul. Kok bisaaaa??? Bisa lah. Sebagian besar dikarenakan saya salah membaca peta subway Seoul yang njelimet. Eniwei, Pesawat Air Asia yang membawa kami ke Seoul saat itu berangkat tepat waktu. Jam 10 pagi kami pun mendarat di Bandara Incheon. Rasa lega menyemburat. Akhirnya kami menjejakkan kaki juga di negaranya Lee Min Ho :p.

Keluar dari pintu kedatangan, saya langsung mendatangi 7 Eleven untuk membeli kartu T Money, kartu elektronik yang bisa dipakai untuk membayar transportasi dan barang di merchant tertentu. Harga per kartu 2500 Won. Dari hasil browsing sebelumnya, katanya bisa langsung top up T Money di Sevel, tapi ternyata sekarang sudah ngga bisa. Untuk top up harus dilakukan di mesin tiket stasiun.

Akhirnya langsung cuss lah ke Stasiun Incheon. Di depan stasiun ada beberapa mesin berjejer. Awalnya saya rada bingung apakah untuk top up kartu harus di mesin-mesin itu juga. Saya pun nanya ke petugas di loket informasi dan langsung diarahkan di mesin-mesin yang berjejer tadi. Oke, ternyata itu mesin untuk top up kartu dan mesin untuk membeli tiket single trip. Langsung top up 20 ribu won. Urusan T Money selesai, kami langsung masuk ke peron.

Alhamdulillah ngga menunggu lama, keretanya langsung ada dan kami bisa duduk manis di dalam kereta. Perjalanan dari Incheon ke Seoul memakan waktu sekira 1 jam. Selama perjalanan itu saya mencoba mempelajari peta subway Seoul Metro yang njelimet. Jalurnya banyak banget, bo. Bikin lieur lah, pokoknya. Sebelumnya saya memang sudah mencatat jalur subway mana yang harus saya ambil saat kereta bandara ini berhenti di stasiun terakhirnya, Seoul Station. Untuk menuju Limestay Hostel, saya harus ke Seoul Subway Line 1. Ada dua alternatif stasiun tempat kami turun, yaitu Sinseol-dong Station Exit 11 dan Dongmyo Station. Namun, akhirnya saya memilih untuk turun di Sinseol-dong Station karena jaraknya lebih dekat dengan hostel dibanding Dongmyo. 

Saat kereta sudah berhenti di Seoul Station, kami langsung mencari petunjuk arah. Daaan…di sinilah kebodohan saya dimulai. Entah kenapa saat itu saya mengira kereta bandara itu adalah Line 1 yang terputus. Hah, maksudnya? Iya, jadinya saat itu saya mikir berarti harus cari Line sambungannya, cari kereta yang melewati Sinseol-dong (padahal Line kereta bandara dan Line 1 itu beda. Duh). Dan, entah kenapa saat itu di pikiran saya yang terlintas adalah kami harus menuju ke Line 4. FYI, Line Subway di Seoul selain dibedakan dari nomor, juga dibedakan dengan warna. Naah, Line 4 itu berwarna biru muda, hampir serupa dengan warna Line 1 yang juga biru, tapi biru tua. Jadi sepertinya saat itu saya salah melihat warna dan membaca peta Subway. Mengira Line 4 adalah sambungan Line 1 dari bandara tadi.

Terdampar nyasar

Baru nyadar salah ketika nama stasiun yang dilewati tidak sesuai dengan nama-nama stasiun yang sudah saya catat untuk menuju ke hostel. “Mati! Gw nyasar!,” kata saya dalam hati. Akhirnya dengan muka mesem, saya bilang ke ortu kalau kita nyasar dan harus keluar kereta. Di Stasiun Chungmuro akhirnya kami keluar dan kembali berusaha menuju arah sebaliknya. Di peron stasiun itu saya kembali meneliti peta subwaynya lagi dan berusaha mencari petugas stasiun yang bisa ditanyai. Namun, setelah saya berkeliling ngga ada sama sekali petugas stasiun yang terlihat. Ada sih tombol bantuan untuk informasi, tapi di sana ngga dijelaskan petunjuk-petunjuknya. Jadi ragu.

Bokap sudah mendesak berkali-kali supaya nanya ke orang yang lewat. Namun, saat itu yang ditanya tidak bisa bahasa Inggris. Hadeuh…perjalanan menuju ke hostel itu sangat menguras fisik dan psikis. Saya yang kalo nyasar berusaha tenang untuk mencari jalan keluar, kali ini ngga bisa begitu. Mungkin karena bokap juga capek dan pengen cepet sampe hostel, jadi beliau terus mendesak saya, sehingga saya tidak bisa berpikir tenang untuk membaca peta. Saya pun sudah berusaha bertanya, namun karena yang saya tanyai saat itu juga tidak ada yang bisa berbahasa Inggris, juga membuat saya makin stres.

Akhirnya setelah terdampar hampir 20 menit di peron, saya memutuskan kami memang harus kembali ke Seoul Station dan mencari Line 1. Dengan segambreng koper dan mendorong nyokap di kursi roda, kembalilah kami ke Seoul Station. Jarak antara Line 1 dan Line 4 di Seoul Station cukup jauh. Dengan sisa tenaga yang ada akhirnya sampailah kami ke Seoul Station. Saya kembali membaca peta untuk melihat kami berada di Line yang benar. Untuk menuju Sinseol-dong, kami harus berada di Line 1 yang menuju Uljeongbu-bukbu.

Namun, saat itu lagi-lagi salah menunggu di peron. Iya kami memang berada di peron Line 1, tapi ternyata itu yang menuju arah berlawanan. Yah..salah lihat petunjuk arah lagi deh. Padahal udah seneng nemu Line 1. Mungkin karena saking senengnya, saya pun jadi ngga memperhatikan. Jadinya kami harus gotong barang bawaan lagi menuju ke sebrang peron Line 1 yang menuju Sinseol-dong. FYI, kalau salah peron di Seoul subway bisa sangat fatal, karena peron Line yang sama tidak selalu bersebelahan. Kalau bersebelahan kan gampang ya, tinggal geser aja ke peron sisi lain. Nah, ketika itu untuk menuju peron lainnya di Line 1 harus naik tangga lagi untuk menyebrang ke sisi lain.

Setelah hampir dua jam nyasar, Alhamdulillah akhirnya sampai juga di Sinseol-dong Station. Sekeluarnya dari kereta, kami langsung mencari lift (berhubung nyokap di kursi roda). Tapi, ternyata oh ternyata, pintu keluar yang ada lift itu adalah Exit 3. Sementara, Exit 11 (pintu keluar dekat hostel) ada di arah sebaliknya. Saat itu saya mengira lift akan menyambung dengan semua pintu keluar, tapi ternyata tidak begitu. Jadi saat keluar dari lift, langsung berhadapan dengan Exit 3, 4, 5 (kalo ga salah). Akhirnya memutuskan untuk keluar saja di Exit 3, dengan harapan jaraknya tidak akan terlalu jauh dari hostel.

Pas keluar dari stasiun, saya kembali bertanya ke orang yang lewat. Alhamdulillah, cewek Korea yang saya tanyakan mengerti bahasa Inggris. Namun, sayangnya dia tidak tahu arah hostel. Selanjutnya, saya berhentikan dua orang cowok yang kira-kira masih usia anak SMA. Alhamdulillah mereka bisa bahasa Inggris dan bersedia membantu, bahkan menanyakan nomor telpon hostel agar mereka bisa menelpon dan bertanya petunjuk arah kepada karyawan hostel. Duuh…baik sekali mereka ini. Dan, ternyata mereka tidak hanya sekedar nelponin orang hostel, tapi juga bersedia mengantarkan kami sampai ke hostel karena jaraknya yang cukup jauh dari Exit 3.

Alhamdulillah saya dipertemukan dengan dua orang nan baik hati itu, jadi drama nyasar ngga berlanjut. Karena, ternyata memang benar jarak hostel ke Exit 3 jauh. Menyebrangi 2-3 lampu lalu lintas. Kalau saya sendirian membaca peta dan ngga nanya ke orang, sudah pasti nyasar 100%. Karena saking jauhnya, bokap dan nyokap pun menyerah dan meminta saya untuk duluan ke hostel, sementara mereka menunggu di pojokan trotoar. Nanti setelah saya check-in, saya akan kembali menjemput mereka.

 Sesampainya di hostel, saya merasa sangaaat lega. Perjalanan bandara-hostel yang saya perkirakan 2 jam, molor menjadi 4 jam. Ya sudahlah. Yang penting istirahat saja dulu. Sudah nggak kepikiran untuk memenuhi itinerary yang sudah saya buat. Kami istirahat sekira 2 jam. Itu berarti sudah jam 4 sore dan ngga mungkin untuk pergi ke Deoksugung Palace karena pasti ketika kami sampai sana Palace-nya sudah tutup. Akhirnya saya memutuskan untuk ke Dongdaemun Market saja, mencari oleh-oleh.

Dari Sinseol-dong Station ke Dongdaemun hanya berjarak dua stasiun dengan waktu tempuh kurang dari 10 menit. Sesampainya di Dongdaemun Station saya kembali bertanya, kali ini ke bapak-bapak yang sedang duduk dekat kios, pintu keluar mana untuk menuju Dongdaemun Market karena ada dua Exit yang menunjukkan arah pasar tersebut, Exit 8 dan Exit 9. Beliau menunjukkan ke arah Exit 8 and so there we go.

Exit 8 berada tepat di sebelah Hotel Marriott Dongdaemun. Kami pun langsung menuju ke Pyounghwa Market karena saat keluar dari Exit 8 langsung berhadapan dengan deretan kios itu yang berada di sebrang jalan. Dalam hati saya meragukan Pyounghwa bukanlah Dongdaemun Market tujuan kami, walau berada di kawasan Dongdaemun. Namun, karena ortu sudah excited banget melihat kota Seoul (di luar dari kacamata ketika nyasar), dan pengen melihat ke Pyounghwa, jadilah kami ke sana.

Dok. Flickr
Di dalam Pyounghwa kami hanya berkeliling di lantai dasar saja. Sesuai namanya yang tertera di depan pertokoan Pyounghwa Clothing Market, maka barang yang dijual di sana kebanyakan adalah baju, celana dan beragam aksesorisnya seperti topi, syal, kaos kaki, tas, sampai dompet. Ada juga yang jual suvenir, tapi hanya ada dua kios. Di hari itu, saya hanya membeli kaos kaki (1000 Won) untuk keponakan saya yang berusia 2 tahun. Sementara, bapak membeli tas kecil selempang (12000 Won, harga nawar dari awalnya seharga 15000 Won). Oh ya, kios di Pyoung Hwa ini tidak semua barangnya bisa ditawar ya. Tapi, kalau ada yang bisa ditawar, ya ditawar aja, asal jangan terlalu sadis nawarnya, hehehe.

Setelah hampir 1 jam mengelilingi Pyoung Hwa kami keluar dan menyebrang jalan lagi menuju ke kios-kios pinggir jalan. Nah, saat menyebrangi jalan di jembatan ini saya melihat ternyata di bawah kami ada sungai yang tertata rapi dan berair jernih, dengan jalur pejalan kaki bersisian di pinggir sungai. Dan, jadi bertanya-tanya apakah itu masih bagian dari Cheonggyecheon Stream, yang menjadi tujuan wisata saya di itinerary. Dalam foto-foto wisatawan yang saya lihat berkunjung ke Cheonggyecheon Stream memang agak berbeda karena biasanya yang menjadi spot foto Cheonggyecheon Stream itu aliran sungainya lebih luas dan ada air terjun kecilnya. Sementara, sungai yang saya lewati itu berukuran lebih kecil, tapi di bagian samping sungai ada jalur pejalan kaki yang serupa dengan foto-foto Cheonggyecheon Stream yang pernah saya lihat. Jadi, entahlah itu Cheonggyecheon Stream atau bukan, yang jelas saya kagum dengan tertatanya sungai itu. Bersih dan sangat nyaman untuk pejalan kaki.

Eniwei, saat kami berada di sebrang dari Pyounghwa, berjejerlah kios-kios pinggir jalan yang menjual berbagai macam cemilan Korea. Yang saya tau sih cuma Topokki sama kimchi, sisanya ngga tau namanya, hehehe. Kemudian, kami pun berbelok ke gang kecil yang ternyata banyak restoran menjual ikan dan makanan laut lainnya. Yang terlihat kasat mata sih berbagai jenis ikan yang dibakar di depan kios. Melihat kami yang muslim, penjual-penjual yang di sana pun berupaya membujuk kami untuk makan di sana. Agak tertarik sebenernya buat makan di sana, karena toh itu makanan laut yang terbilang aman untuk disantap oleh kami. Bukan daging sembelihan yang diragukan kehalalannya. Tapi karena kami merasa kurang yakin dan sreg dengan suasana di sana, akhirnya kami berbalik dan kembali ke jalan utama. Memutuskan untuk makan di Itaewon saja. Wilayah yang menyediakan banyak pilihan makanan halal.

Dari Dongdaemun Station ke Itaewon, yang berada di Line 6, mengharuskan kami transit dulu di Seoul Station baru menuju ke Line 6. Keluar di Itaewon Station Exit 3, pintu keluar yang saya catat untuk menuju ke Mesjid Seoul. Keluar dari lift Exit 3 akan bertemu dengan persimpangan lalu lintas. Walau sudah mencatat arah petunjuk ke Mesjid Seoul dari Exit 3, saya memilih untuk kembali bertanya arah ke seseorang bertampang Arab, yang sedang berdiri di pinggir jalan. Alhamdulillah, petunjuk arah orang itu sangat jelas, sehingga kami ngga nyasar lagi.

Itaewon dikenal sebagai wilayah ekspatriat, jadi jangan heran kalau di sana banyak sekali orang asing berseliweran. Yang saya suka juga di Itaewon adalah banyaknya pilihan restoran halal, jadi cari makan pun banyak pilihannya. Sepanjang jalan menuju Masjid Seoul, banyak banget deh restoran atau kios yang menjajakan makanan halal. Kebanyakan sih makanan Timur Tengah, Turki, dan India, tapi ada juga restoran makanan Korea yang halal. Nah, review soal restoran halal di Korea yang saya sambangi pada trip kali ini akan diposting terpisah ya.

Yang jelas usai makan malam di Itaewon ini, selesai pulalah trip hari pertama kami di Seoul. Memang tidak banyak tempat yang dikunjungi, tapi usai drama nyasar di awal kedatangan kami, kami merasa cukup senang dengan sisa hari yang terlewati.