Saturday 13 August 2011

My First Adventure Alone - On a Ship to Baubau

And the story goes..
Kali ini saya mau cerita soal pengalaman saya naik kapal laut setelah terakhir kali naik perahu besi ini hampir 10 tahun lalu. Yup..that's right. Terakhir kali saya naek kapal adalah waktu saya duduk di kelas 1 SMA. My destination was Lombok, to attend my cousin's wedding. So..I barely couldn't remember what it feels like being on a ship.

Dalam perjalanan saya kali ini -dari Makassar menuju Baubau- ditempuh dengan menggunakan kapal Pelni, bernama KM Tata Mailau. Sayangnya waktu saya tiba di pelabuhan Makassar kapalnya belum dateng juga. Jadwal kapal berangkat pukul 10.00 WITA. So..jadilah saya dan Kak Cacy duduk-duduk di pelabuhan sambil kenalan sama seorang mahasiswa bernama Fitri dan ibunya yang ternyata warga Baubau. Fitri dan ibunya ini yang menemani saya selama perjalanan di kapal. I'm so lucky..

Eniwei, setelah ngaret selama dua jam, baru deh kapal yang ditunggu-tunggu sampe juga. Agak ketar-ketir juga pas masuk ke lambung kapal yang geda itu. Satu per satu lantai kami naiki. Lantai pertama ruangan sudah penuh. Lantai kedua juga sudah lumayan padat. Sampai akhirnya kami baru menemukan lapak di lantai ketiga. Cukuplah untuk kami duduk-duduk dan tiduran nantinya.

Dek kelas ekonomi terdiri dari deretan bangsal. Rangka besi seperti tempat tidur panjang menunjang triplek kayu yang bisa dijadikan alas tidur. Sembari menunggu kapal berangkat, banyak pedagang yang menawarkan matras tidur, isi pulsa, kartu perdana, cemilan, bahkan sampe tukang suvenir.

Awalnya saya pikir memang kelas ekonomi fasilitasnya hanya triplek kayu aja sebagai alas tidur. Tapi berdasar info dari penumpang lain, sebenarnya kelas ekonomi dapat matras tidur, tapi matras itu malah diambil oleh beberapa orang dan ditawarkan penyewaannya ke penumpang dengan harga Rp 10 ribu. Hueeehhh yang harusnya gratis malah harus bayar. Haduh..nasib begini deh.. Akhirnya ibunya Fitri menyewa satu matras untuk kami bertiga. Jadi kalau kita tiduran dan matras digelar, hasilnya cuma badan aja yang ada di matras, selebihnya di triplek. Segala yang dijual di atas kapal memang mahal, semuanya dijual dua kali lipat dari harga normal. Seperti kartu perdana isi pulsa Rp 10 ribu yang biasanya cuma Rp 10 ribuan, dihargai Rp 20ribu. Saya terpaksa beli karena operator telpon saya ngga punya jaringan di Baubau dan Wakatobi. Hiks..pengeluaran tidak terduga gara-gara saya kelupaan beli di Makassar.

Terlepas dari harga sewa matras yang harusnya nggak dikomersilkan itu, pemandangan di kelas ekonomi ini cukup menarik untuk diamati. Banyak diantara penumpang yang menyampirkan baju atau handuknya di rangka besi atas, persis kayak tempat jemuran. Rata-rata penumpang pasti memegang kipas atau koran untuk mengipasi diri sendiri atau anaknya. Maklum saluran udara cuma berasal dari jendela berbentuk bundar yang jumlahnya ngga banyak dan pintu. Gerah, itu sudah pasti. Tapi yah..namanya juga kelas ekonomi jadi memang begitu kondisinya. You get what you pay..


Baru beberapa menit kapal berlayar, saya udah ngga betah di dek. Akhirnya saya memutuskan buat jalan-jalan keliling kapal, mulai dari lantai atas, samping kanan kiri. Cuaca cerah dan angin semilir ternyata membuat banyak orang yang memilih tiduran di dek samping. Saya pasti juga akan melakukan hal sama kalau saya bawa tiker. hehehe. Mengelilingi kapal ngga sampe 30 menit saya udah balik lagi ke tempat semula. Dan ngga kerasa saat itu udah masuk jam makan siang.

Dari speaker yang berada di samping kiri lapak kami, suara petugas terdengar memberitahukan agar penumpang kelas ekonomi mengambil makanan di dapur. Awalnya saya bingung gimana sistem ngambilnya? Lalu saya diberitahu untuk membawa tiket kapal untuk dicek oleh petugas dan mengambil makanan. Owh..oke..

Saat saya ke dapur ternyata antrian udah panjang aja. Antri makanan dengan kondisi seperti itu, imajinasi saya melayang ke narapidana yang lagi antri jatah makanan, persis kayak di film-film (ouch, kebanyakan nonton pilem neh..hehehe).

Saat sampai di depan petugas, saya kasih tiket, diceklist, pindah ke orang sebelah, dikasih nasi box dari styrofoam, air minum, keluar dapur. Sampai di ruangan, saya buka jatah makan siang saya. Jeng..Jeng..Jeng..Jeng. Jangan mengharap daging atau ayam ya...Isinya telur, capcay dan nasi. Well, walau minim tapi setidaknya makanannya diperhatikan lah ya..Alhamdulillah.

Usai makan siang, speaker disamping berkicau lagi. Kali ini memberitahukan kalau teater kapal akan memutar film. Wah...denger kata 'film' langsung seluruh indra saya merespon positif. Tapi...pas petugasnya ngumumin judul filmnya, langsung semangat saya turun lagi. Saya lupa judul filmnya, tapi dari judul filmnya saja bisa dibayangkan kalau filmnya itu adalah film biru produksi Indonesia atau kalau ngga film India yang ngga jelas.

OMG.. Setiap petugas kapal ngumumin kalau teater kapal dibuka, saya terus berharap setidaknya film yang diputar adalah film yang normal, bukan film yang 'syur', tapi setiap kali harapan saya kandas. Akhirnya saya cuma bisa tersenyum kecut. Ihiks...
Sisa hari saya habiskan ngobrol dengan Fitri dan ibunya, menulis jurnal atau membaca buku. Juga ngadem di musholla yang terletak di atas dek. Di musholla saya bisa ngendon sampe dua jam. Abis hawanya enak sih..anginnya semilir.

Menjelang pukul 20.00 WITA saya berharap perjalanan sudah akan berakhir karena berdasar info yang saya baca, perjalanan hanya akan memakan waktu 8 jam. Tapi...ternyata setelah ngobrol-ngobrol sama Fitri, kapal ini bisa jadi baru sampe Baubau dalam waktu 18 jam! 12 jam kalau beruntung dapet kapal yang cepet. OMG..kayaknya gw salah baca info lagi nih..

Jadilah hari itu saya merasakan bagaimana rasanya menginap di kapal. Awalnya tidur agak kurang nyenyak. Malem-malem udara gerah..aja. Akhirnya saya memutuskan buat nyari udara segar dengan pergi ke atas dek. Wuih..segernya angin malam itu..Langit juga cerah. Pas mendongak ke atas, ada banyaaaakkkk bintang..Subhanallah. That's the one thing that I really miss in Jakarta. Di Jakarta bintang-bintang itu kan kalah kilaunya sama lampu jalanan atau gedung..

Selain bintang-bintang di atas yang menemani saya di sepanjang perjalanan, lampu-lampu rumah di pulau-pulau kecil yang saya nggak tau namanya (???) juga terlihat saat KM Tata Mailau membelah perairan Laut Flores. Sembari ngeliat lampu-lampu rumah berkelebat, dalam hati saya berharap semoga lampu-lampu rumah di pulau berikutnya adalah Baubau. Duh..pengen banget cepet sampe.
Setelah udah cukup puas ngadem di atas, saya akhirnya memutuskan buat tidur. Pas bangun pagi-paginya, badan saya udah bersimbah keringat. Setelah sehari sebelumnya saya berhasil nggak masuk WC, di hari kedua mau nggak mau saya masuk WC juga.

Jujur, di setiap perjalanan, apa itu mau naek mobil, pesawat, kereta atau kapal, saya berusaha menghindari WC umum. Bukan berarti saya bakal mati-matian menahan hajat. Kalo udah nggak tahan ya mau gimana lagi..

Akhirnya saya masuk juga ke WC di kapal yang terletak di balik bangsal. WC kapal terdiri dari 4-5 bilik, perpaduan antara yang isinya shower aja, atau toilet jongkok dengan ember yang airnya harus diambil di luar bilik. Tapi sayangnya WC yang berfungsi cuma dua bilik, yang isinya shower dan toilet jongkok.
OMG mau buang hajat aja susah banget ya..Jadilah saya ngantri dengan beberapa penumpang, yang bawaannya piring, sendok, baju, celana, ember. Sementara saya cuma nenteng handuk kecil.

Bisa ketebak lah ya..selain untuk mandi, penumpang lainnya itu memang pake WC untuk cuci baju atau piring. Maklum, soalnya banyak penumpang yang masih melanjutkan perjalanannya sampai Papua sana, jadi bisa dibilang kapal itu udah seperti rumah sementara mereka. (Saya lupa bilang kalau kapal itu tujuan akhirnya adalah Papua yang perjalanannya bisa sampe kira-kira seminggu dari Jakarta).

Setelah ada di laut selama kurang lebih 18 jam akhirnya saya sampe juga di Baubau.....!!!!!!! YEAH!!!!!! (sujud syukur, halah lebay!). Sampai di pelabuhan Baubau saya udah ditunggu sama temennya Kak Kiki, namanya Andy. Jurnalis sebuah radio lokal yang juga kontributor Antara.

Nah..cerita soal perjalanan singkat saya selama 12 jam di Baubau akan dilanjut lagi di posting blog berikutnya, ya..Walau saya di Baubau nggak sampe sehari tapi kota itu memberi kesan yang mendalam. I wish I could be there more than one day..

Arthur


Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Romantic Comedy
Ini film Russell Brand kedua yang pernah saya tonton setelah Bedtime Stories. Setelah di film sebelumnya hanya sebagai pemeran pembantu, di film Arthur ini Brand didapuk menjadi pemeran utama.

Film ini bercerita tentang seorang pria bernama Arthur Bach (Russel Brand), pewaris tunggal sebuah perusahaan besar bernama Bach Worldwide. Sejak kecil ia diasuh oleh Hobson (Helen Mirren). Hidup Arthur yang terjamin sejak kecil membuatnya tumbuh menjadi pria yang kurang bertanggung jawab dan kekanak-kanakan. Sampai akhirnya dia mendapat ultimatum oleh nyokapnya: menikah dengan wanita pilihan ortunya, Susan (Jennifer Gardner) -yang sebenarnya tidak dicintainya-, atau dicoret dari pohon keluarga Bach.

Film ini bisa dibilang sebuah potret keluarga dimana orangtua sibuk banget dengan kerjaannya sehingga kedekatan emosional dengan anaknya pun ngga terjalin. Uang menggantikan waktu berkualitas dengan anak. Ujungnya sang anak jadi lebih dekat dengan pengasuhnya.

Terlepas dari inti cerita yang sebenarnya dimana Arthur harus memilih antara cinta atau uang, saya malah lebih terkesan dengan hubungan antara Arthur dengan Hobson. Bagaimana Hobson selalu memperhatikan dan menyayangi Arthur, sampai-sampai rela melepaskan cinta sejatinya. Akting Helen Mirren memang selalu oke!

The Greatest


Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Keluarga Brewer menghadapi masa-masa sulit atas meninggalnya putra pertama mereka yang tewas karena kecelakaan mobil. Belum bisa sepenuhnya menghadapi masa berkabung, keluarga kecil ini sudah harus menerima kehadiran kekasih putranya, Rose (Casey Mulligan) yang mengandung cucu mereka.

Jalan cerita pun mulai berkembang setelah kedatangan Rose ke rumah keluarga Brewer. Bagaimana Grace Brewer (Susan Sarandon) tampak masih belum menerima kematian anaknya dan menjalin keakraban dengan Rose, upaya Allen Brewer (Pierce Brosnan) yang berupaya tegar demi keluarganya, serta putra kedua Brewer, Ryan (Johnny Simmons) yang mencoba mengatasi rasa bersalahnya karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal yang pantas kepada kakaknya.

Secara keseluruhan film ini menggambarkan setiap orang memiliki cara nya masing-masing dalam mengatasi kesedihan saat ada anggota keluarga yang meninggal, tetapi pada akhirnya keikhlasan dalam menerima kenyataan menjadi kunci untuk terus menjalani hidup. Kendati seseorang berupaya menjadi individu yang tegar saat menghadapi kehilangan bukan berarti dia menjadi orang yang terkuat. Those people also need a shoulder to cry on. Benteng pertahanan mereka pada akhirnya akan jebol dan itu manusiawi.