Wednesday 20 March 2013

Michael Owen's Retirement


Every morning I used to read football news in Detik website. When I read it this morning, I found a shocking news. Michael Owen has decided to retire at the end of 2012/2013 season! Oh my God...I am stunned, shocked. Really.. I don't know what to say. For you who already read my post about Liverpool FC must've known the reason.

Michael Owen was my 'first love' in football world. Because of him, I become a Liverpudlian until now. Even later when he got transfered to Real Madrid (which make me sad and disappointed), but I always hope the best for him. His career in Real Madrid was only last for a year (CMIIW). And then he moved to Newcastle United and Manchester United. Later, this season he almost couldn't get a club. Fortunately, Stoke City want to take him. I've got to admit, after Liverpool, Owen didn't play much like before. He often got some bad injuries and it did affect his performances. And now he decides to retire, that makes me really sad.

Actually, one of Liverpool senior players, Jamie Carragher also has decided to retire at the end of this season. Long ago, Owen and Carragher were roommate. But, when it comes to Carra, I don't feel the way I feel like with Owen. I respect Carra for his dedication for Liverpool FC, but I don't have this emotional connection with him. Owen did.

I know football players have 'a limitation' to play. But when THE day come, sometimes I just don't want to admit it. When it comes to Gerrard, maybe I will be very, very sad...

PS: You can read retirement statement from Owen in here
Pic from thehdwallpaperz.com

Tuesday 5 March 2013

Nostalgia Boyband, Yuk...

Kali ini saya lagi kepengen bernostalgia. Temanya nggak main-main: Boybands. Serius kan?  Tema penting itu...buat saya ketika masa remaja. Hehehe. Entah kenapa kali ini pengen ngebahas boybands. Apa karena baru kemarin saya sama adek saya, Venny, ngebahas One Direction, boyband yang lagi hip jaman sekarang, atau emang lagi kangen denger lagu-lagu boybands? Entahlah. Waktu ngobrol sama Venny, dia bilang terlepas dari lagu-lagunya, boyband jaman sekarang kayak One Direction tampangnya lebih unyudibanding boyband jaman dulu yang kelihatan lebih dewasa. Yup, boyband emang dikenal dengan lagu cintanya, tampang personilnya yang cakep, sama dance-nya.

Eniwei, sekarang saya pengen share aja boyband-boyband apa aja sih yang ngetren di jaman saya dulu (dan tentu yang saya suka), hehehe. So here it is...

1. Backstreet Boys (BSB)

Boyband ini wajib ada di posisi nomor satu buat saya. Karena...BSB adalah boyband pertama yang saya kenal. Saya masih inget banget waktu itu kelas 2 SMP dan pas ngeliat video clip As Long As You Love Me di TV, saya langsung jatuh hati sama Nick Carter. Hahaha... Yes, I admire Nick Carter at that time. Wajah imutnya membuat saya klepek-klepek.

Setelah itu, langsung saya beli kaset Backstreet's Back (album kedua BSB) di supermarket andalan, Tip Top. OMG even I remember the place where I bought that cassette. Kaset itu pun jadi favorit saya waktu itu. Kaset tape lagu kompilasi anak-anak sama Trio Kwek-Kwek sudah entah kemana, tergantikan oleh Backstreet's Back. Kaset itu saya putar berulang-ulang kali. Bolak-balik Side A dan Side B. Tanpa bosan. Setelah Backstreet's Back, baru saya beli album pertama mereka, Backstreet Boys. Nasib album kaset Backstreet Boys sama dengan Backstreet's Back. Kalau sudah selesai muter kaset yang satu, giliran kaset yang lain. Begitu seterusnya.

Well, saya memang agak telat mengenal BSB, sementara teman-teman saya sudah mengenal BSB sejak album pertama. Tapi yang jelas kan paling nggak saya nggak terlalu ketinggalan lah..Hehehe. Untuk album BSB saya punya kasetnya mulai dari Backstreet Boys, Backstreet's Back, Millennium, Black and Blue, BSB The Hits-Chapter One. Sementara yang album Never Gone dalam bentuk mp3 bajakan (shush..hehe). Selanjutnya saya udah nggak ngikutin album BSB. Saat mereka beberapa waktu vakum, saya juga jadi ikutan vakum ngikutin perkembangan mereka. Sekarang saya hanya tau single-singlenya saja, bukan keseluruhan lagu di album terbarunya. Well anyway, baru setelah BSB itu, saya memperhatikan boyband lainnya. Next on the list is...

2. Boyzone

Boyband asal Irlandia ini semasa sama BSB, tapi kalau dibandingkan antara keduanya, saya lebih suka sama BSB. Pesona Ronan Keating sama Stephen Gately ngga bisa ngalahin Nick Carter saat itu. Hahahaha. Saya juga lebih suka sama BSB karena saya menilai pembagian vokalnya lebih merata dibanding Boyzone yang vokalnya sangat mengandalkan Ronan dan Stephen. Walaupun begitu, saya tetap suka dengan Boyzone, terutama Ronan Keating. Hehehe. Untuk masalah albumnya, saya memang nggak beli kaset Boyzone sebagaimana yang saya lakukan kalo itu adalah BSB. Kaset Boyzone yang saya punya cuma Album Where We Belong dan kompilasi By Request.

3. Westlife

Another Irish boyband. Ketika pamor Boyzone sudah mulai menurun, boyband inilah yang menggantikan eranya Boyzone. Seinget saya Westlife baru muncul di akhir era 1990-an. Diantara banyak boyband lainnya yang bermunculan, saya lebih suka dengan Westlife karena lagu-lagunya lebih enak didengar. Di Westlife saya jadi fansnya Nicky Byrne. Westlife juga menjadi boyband pertama yang saya tonton konsernya. Beda dengan jaman SMP yang uang jajannya terbatas, waktu itu saya udah SMA jadi bisa nabung sedikit-sedikit buat nonton konser, walau masih ada juga sisa yang disubsidi sama bokap, tapi nggak terlalu banyak lah. Hehehe. Eniwei, album Westlife yang saya punya adalah Westlife, Coast to Coast, dan World of Our Own.

4. Blue

Pertama kali liat video klip All Rise saya langsung suka sama Blue. Pertama kali dapet kesempatan nonton Blue adalah ketika mereka dateng ke Indonesia dan saya dan Venny dapet tiket gratis nonton di studio Trans TV. Wuih..seneng banget waktu itu! Saya sama Venny jejingkrakan ngeliat Duncan, Lee, Simon, dan Antony. Jarak panggung yang begitu dekat sama terbatasnya jumlah penonton membuat kita berdua bebas menikmati pertunjukan itu. Walau cuma ngebawain sekitar 3-4 lagu tapi kita berdua puas. Karena itu, ketika mereka ngegelar konser di Jakarta, saya dan Venny mutusin buat nonton lagi. Lagu-lagu Blue juga enak buat didenger, terutama yang saya suka denger sampe sekarang adalah Best In Me. Buat albumnya, saya punya All Rise, One Love dan Guilty. Tetapi sayang memang akhirnya boyband ini bubar.

Okeehhh..sepertinya cukup nostalgia-nya, yaaahh..Bagi mereka yang nggak suka boyband mungkin akan mencibir postingan ini. But I don't care. Yang pasti saya senang boyband-boyband diatas sudah membuat masa remaja lebih ceria, lepas, dan hidup.Thank you Backstreet Boys, Boyzone, Westlife and Blue for brighten my teenage life. :)

Monday 4 March 2013

Les Miserables and A Good Day to Die Hard Reviews

Minggu lalu baru saja posting review dua film di Multiply. Kali ini review Les Miserables dan A Good Day to Die Hard. Check it out, ya!

Grameen Social Business

Just want to share an article I wrote months ago about Social Business which developed by Muhammad Yunus.

Bangladesh, 1974. Tahun itu mungkin tak akan pernah terlupakan bagi masyarakat Bangladesh. Setelah menjalani perang kemerdekaan di tahun 1971 tak disangka negara itu mengalami rentetan bencana alam. Luka perang yang masih membekas itu kemudian diperparah dengan sejumlah bencana alam yang menyusul, mulai dari banjir, kekeringan dan angin ribut. Kelaparan massal pun tak ayal menerpa masyarakat. Kondisi itu juga menimbulkan masalah sosial di masyarakat Bangladesh, termasuk kemiskinan. Banyak orang terjerat utang untuk memenuhi kebutuhannya.

Masalah sosial yang terjadi saat itu menarik simpati seorang dosen Universitas Chittagong bernama Muhammad Yunus, yang kemudian melakukan observasi awal di suatu wilayah dekat universitas, bernama desa Jobra. Di sana ia menemukan bahwa orang miskin tercekik oleh utang rentenir. Dari sanalah kemudian bermula kisah tentang Grameen Bank yang sudah cukup banyak diulas media, apalagi setelah Yunus memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian pada 2006.

Bermula dari sebuah desa Jobra, konsep Grameen Bank berkembang ke sejumlah negara. Bahkan hingga ke Amerika yang dikenal sebagai salah satu pusat kekuatan finansial dunia. Grameen Bank membuka cabang Grameen America di New York, dengan cabang pertama dibuka di Queens. Selanjutnya berkembang di Brooklyn, New York, Omaha, Nebraska, California dan San Francisco. Sebagian besar nasabah di negara Paman Sam itu adalah single mother yang berjuang menafkahi keluarganya.

Di Bangladesh sendiri Grameen Bank telah menyalurkan pinjaman sebesar 8,5 miliar dolar kepada the poorest dan kaum wanita. Salah satu program yang sedang dijalani Grameen di Bangladesh adalah penyediaan solar home system (sistem listrik tenaga surya) di setiap rumah. Hingga November 2012 ditargetkan jumlah rumah tangga yang menggunakan solar home system mencapai 1 juta.

Namun ternyata Grameen Bank itu hanya berupa awal dari pengembangan bisnis yang disebut Yunus sebagai bisnis sosial. Yunus memaparkan dalam bisnis sosial investor bertujuan membantu orang lain tanpa bermaksud mendapat keuntungan. Yunus menyebutnya perusahaan tanpa rugi sekaligus tanpa dividen. Walaupun kata ‘sosial’ melekat di frasa tersebut, bukan berarti segala yang dihasilkan adalah hibah.

Social business is a business. Kegiatan bisnis sosial bisa tetap berlangsung karena ia menopang dirinya sendiri dan tetap menghasilkan pendapatan untuk membiayai operasional bisnis. Jika di tengah jalan investor ingin mengambil dana investasinya, hal itu tidak menjadi masalah. Namun satu hal yang ditekankan adalah dana investasi yang dikembalikan nilainya sama dengan yang diberikan sebelumnya, walau mungkin nilai uangnya tidak seberapa di masa mendatang. Misalnya jika Anda berinvestasi Rp 10 juta di 2012 dan memutuskan untuk mengambil dana investasi pada 2022 maka Anda akan memperoleh kembali uang sebesar Rp 10 juta. Bukan dengan jumlah uang yang setara dengan Rp 10 juta pada 2022.

Perbedaan CSR dan Bisnis Sosial
Dalam kuliah umumnya bertema The Role of Social Entrepreneurship in Poverty Alleviation di Jakarta pada Oktober 2012, Yunus juga memaparkan perbedaan antara kegiatan CSR perusahaan dengan bisnis sosial. Dalam kegiatan CSR, hal yang harus dilakukan perusahaan pertama kali adalah memaksimalkan laba baru menambah unsur bersifat sosial. Sementara bisnis sosial dirancang untuk memecahkan masalah sosial bukan memaksimalkan keuntungan atau mencetak laba bagi para investor, jadi perhatian tidak terbagi.

Yunus mengungkapkan walaupun bisnis sosial bukan lembaga nirlaba, bisnis sosial tidak mengejar laba mati-matian seperti halnya perusahaan yang bertujuan memaksimalkan laba. Menurut Yunus, hal itu dikarenakan alasan moral, tidak benar rasanya jika mencari untung dari kaum miskin.

Lalu apa bedanya bisnis sosial dengan kewirausahaan sosial? Banyak orang menganggapnya sama, tetapi menurut Yunus kedua hal itu berbeda. Dalam buku Building Social Business yang ditulisnya, Yunus mengatakan kewirausahaan sosial terkait dengan pribadi, menggambarkan prakarsa dengan konsekuensi sosial yang diciptakan wirausaha yang punya visi sosial. Prakarsa itu bisa berupa prakarsa nonekonomi, amal atau bisnis dengan atau tanpa keuntungan untuk diri sendiri. Ada pula kewirausahaan sosial yang menempatkan proyek di LSM atau kegiatan peraihan laba. Sementara, bisnis sosial sangat spesifik yaitu tanpa rugi tanpa dividen yang memiliki tujuan sosial.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana membentuk dan mengawali bisnis sosial? Kuncinya adalah percaya dengan apa yang anda lakukan dan kreativitas. Masalah dana? It will come to you. No need to worry. Menurut Yunus, suatu ide bisnis sosial yang dimiliki oleh seseorang akan menarik investor dengan sendirinya. Dalam membangun bisnis sosial itu pastinya tidak langsung sukses dalam sekejap. Ada proses dan kegagalan di sana, tetapi itu menjadi proses pembelajaran. Skill harus terus menerus diasah. Untuk memecahkan masalah sosial pun tidak perlu menunggu inisiatif pemerintah, karena kita punya kapabiliti untuk memecahkan masalah. “Look around, ketika ada problem mungkin bisnis sosial bisa masuk,” cetus Yunus.

Dari hasil observasinya, kemiskinan yang terjadi di dunia adalah karena faktor eksternal dan sistem yang berlangsung di sekitar kaum miskin sehingga mereka kurang mendapat kesempatan untuk berkembang. Yunus menuturkan untuk mengubah sistem yang kurang berpihak dengan kaum miskin adalah dengan melakukan hal yang berlawanan dengan sistem.

Bisnis Sosial Grameen
Ada beberapa bisnis sosial yang dibangun mandiri oleh Grameen. Tetapi ada pula sejumlah bisnis sosial yang dibangun adalah bersama dengan perusahaan multinasional. Grameen bekerja sama dengan Danone membuat yogurt untuk mengatasi kekurangan gizi, dan menjualnya dengan harga terjangkau. Yogurt ini diperkuat dengan mikronutrien yang hilang dari sebagian besar makanan yang dikonsumsi anak-anak, sehingga dengan memakan yogurt tersebut anak-anak bisa mendapatkan gizi yang hilang sebelumnya.

Bisnis sosial lainnya adalah Grameen Veolia Water, bekerja sama dengan perusahaan Prancis untuk penyediaan air minum yang bersih dan berkualitas. Ada pula dengan perusahaan Jerman bernama BASF untuk pembuatan kelambu antinyamuk. Hingga kerja sama dengan perusahaan sepatu Adidas dengan membentuk Grameen Adidas untuk penyediaan sepatu seharga di bawah 1 euro.

Bisnis sosial ini memiliki inti bahwa tujuan bisnis adalah untuk mengatasi kemiskinan, bukan memaksimalkan keuntungan. Kesuksesan suatu bisnis sosial pun tidak diukur berdasar keuntungan yang diperoleh, tetapi seberapa besar bisnis tersebut mampu memecahkan masalah sosial. Salah satu hal yang menjadi inti dalam menjalankan bisnis sosial, yang disampaikan Yunus dalam bukunya, adalah Dikerjakan dengan Senang Hati!!!. Dengan demikian mimpi dunia bebas kemiskinan perlahan dapat terwujud. “So that we can put poverty in museum,” tutup Yunus.