Friday, 16 May 2014

Europe On Screen 2014 - 2nd Weekend -

Di Europe On Screen (EOS) minggu ke dua, saya menonton enam film. Empat film di hari Sabtu (10/5) dan dua film di hari Minggu (11/5). Kembali, di hari Sabtu saya ngendon di Erasmus Huis dari jam 12 siang sampe 9 malam, lalu di hari Minggu ke Goethe Haus. Film yang saya tonton di Erasmus adalah The Magician, Searching For A Sugar Man, Delicacy dan Philomena. Sementara, di Goethe saya nonton Wadjda dan Love Is All You Need. So, here's the review...

1. The Magician
Won Politiken Audience Award; Audience Golden Film Award 2011
Won Best Buster Award at Buster International Children's Film Festival
Film anak-anak produksi Belanda ini menceritakan kisah seorang anak bernama Ben Stikker yang berkeinginan menjadi pesulap. Bersama ayahnya, ia pun mulai belajar di sebuah sekolah sulap. Setelah beberapa lama mempelajari trik sulap, Ben dan ayahnya mulai berani melakukan pertunjukan, dibantu oleh teman sekolah Ben, bernama Sylvie yang berperan sebagai asisten. Sylvie disini adalah seorang anak perempuan lincah dan berasal dari keluarga broken home. Ibunya yang sibuk membuat Sylvie merasa kurang diperhatikan. Walau ia dilimpahi dengan materi yang cukup, tapi itu tak membuatnya bahagia.
Inti ceritanya dimulai ketika ayahnya Ben melakukan trik sulap menghilangkan orang. Itu loh yang asisten pesulap biasanya masuk ke dalam sebuah boks, lalu tiba-tiba menghilang, terus beberapa menit kemudian ada lagi di dalam boks. Naah...saat melakukan trik ini, ternyata Sylvie ngga kembali lagi. Kebingungan, keluarga Stikker harus menghadapi kenyataan bahwa mereka telah menghilangkan anak orang.  Mungkin dari sini bisa ditebak, kenapa Sylvie bisa menghilang. Silver lining dari film ini adalah seberapapun sibuknya orangtua, hendaknya bisa selalu memperhatikan dan memberikan waktu berkualitas pada buah hatinya.

2. Searching For Sugar Man
Won Best Documentary Features at Oscar 2013
Won Special Jury Prize for World Cinema Documentary at
Sundance Film Festival 2012
Menceritakan perjalanan karya seorang penyanyi asal Amerika Serikat bernama Rodriguez, yang tidak terkenal di negara asalnya, tetapi menjadi inspirasi bagi perjuangan Apartheid di Afrika Selatan. Seorang lelaki bernama Rodriguez mengeluarkan sebuah album di akhir tahun 1960-an dengan didukung oleh produser yang pernah bekerja sama dengan Stevie Wonder dan Marvin Gaye, tetapi sayangnya albumnya tidak laku di pasaran. Namun entah bagaimana awal mulanya, rekaman bajakan album Rodriguez sampai ke Afrika Selatan dan menjadi hits di sana. Karya-karyanya dinilai sebagai suara perjuangan masyarakat melawan Apartheid. Saking hitsnya dengan perkiraan penjualan album mencapai ratusan ribu kopi, sejumlah pemilik label rekaman dan fans di Afsel bahkan menganggap Rodriguez lebih besar dari Elvis Presley dan The Rolling Stones. Kendati lagu-lagu Rodriguez begitu terkenal dan menjadi inspirasi banyak orang di Afsel, tidak banyak informasi yang beredar soal dirinya. Saat orang Afsel menanyakan kepada warga Amrik soal Rodriguez, orang-orang Amrik pun tidak ada yang mengenalnya. Itulah yang menjadi latar belakang pembuatan film dokumenter ini: mencari jejak Rodriguez. Saat menonton film ini saya benar-benar kagum bagaimana musik bisa menginspirasi banyak orang, terutama dalam melawan Apartheid.

3. Delicacy
Won Prix Aquitaine for Best Actor at Sariat International Cinema Festival
Best FIrst Film & Best Adapted Screenplay Nominee at Cesar Awards
Delicacy is HILARIOUS! Truly. Aktris Prancis, Audrey Tatou menjadi magnet tersendiri saat memutuskan menonton Delicacy. Namun alur cerita film komedi romantis ini secara keseluruhan yang membuatnya layak untuk ditonton. Film ini mengisahkan perjalanan hidup Nathalie (Tatou), seorang wanita karir sukses. Sejak suaminya meninggal, Nathalie menjadikan pekerjaan sebagai pelariannya. Ngga tertarik sedikit pun untuk menjalin hubungan lagi dengan pria lain. Big boss yang mendekatinya pun ditolak mentah-mentah. Namun, film ini menjadi sangat menarik untuk ditonton, ketika Nathalie tiba-tiba begitu saja mencium bawahannya, Markus, secara tidak sadar. Markus ini adalah seorang pria tinggi besar yang kikuk dan setengah botak, pokoknya bukanlah tipe orang yang mungkin akan membuat para wanita melihatnya dua kali saat berpapasan di jalan. Ini sangat bertolak belakang dengan Nathalie yang charming. Naah, ciuman dari Nathalie itu sangat membekas di benak Markus. Saat akhirnya Markus menghadapi Nathalie untuk menanyakan alasannya, Nathalie mengatakan kalau ia khilaf, meminta maaf atas perbuatannya, dan meminta Markus untuk bersikap profesional. Namun Markus tidak bisa melupakannya begitu saja dan nekat mengajak Nathalie untuk nge-date sekali saja. Dan..disitulah mulai terlihat kepribadian Markus yang ternyata baik dan polos. Even though maybe other person underestimated him on physically thing, he's actually a warm-hearted, gentleman, and funny person. Itulah yang membuat Nathalie akhirnya jatuh cinta pada Markus, walau banyak orang yang tidak mempercayainya. Sejumlah scene di sini juga lucu banget. Markus has a really good sense of humor. Film ini menjadi film terlucu yang saya tonton selama perhelatan EOS 2014, dan berhasil membuat 'geerrrrr' satu auditorium Erasmus :D

4. Philomena
Won Best Adapted Screenplay at BAFTA Film Awards
Best Picture, Best Actress Nominee at Oscar 2014
Akhirnya bisa nonton film ini juga setelah melewatkannya minggu lalu. Film ini menceritakan perjalanan seorang wanita bernama Philomena yang mencari anak lelakinya yang telah dipisahkan darinya sejak balita. Setelah terpisah selama 50 tahun, Philomena pun mulai mencari jejak anaknya, dengan dibantu oleh seorang jurnalis politik, Martin Sixsmith, yang pada akhirnya tertarik untuk membuat berita human interest. Lalu dimulailah petualangan mereka hingga ke Amerika Serikat. Melihat film ini maka kita akan menemukan sisi konservatif Inggris Raya di tahun 1950-an, serta kesenjangan persepsi tentang kondisi masyarakat antara Martin dan Philomena. Ada satu quote dari Philomena yang saya suka dari film ini yang kira-kira bunyinya begini: It's important to be nice to people on the way up, because you might meet them again on the way down.

5. Wadjda
Won Audience Award for Best Feature Film at Goteborg Film Festival
Won DIoraphte Award at Rotterdam International Film Festival
Wadjda adalah film yang memotret budaya Arab Saudi secara umum. Seorang anak perempuan bernama Wadjda berkeinginan memiliki sepeda sehingga ia dapat berlomba dengan teman mainnya, Abdullah. Namun, anak perempuan bermain sepeda di Arab Saudi bukanlah pemandangan umum. Saat Wadjda mengutarakan keinginannya itu, orang di sekitarnya pun melarangnya. Tapi, Wadjda yang tomboy menghiraukan pendapat itu. Hingga saat ke toko sepeda, ia menemukan satu sepeda yang menarik hatinya. Sayangnya, harga sepeda itu sangat mahal. Wadjda pun memutar otak agar bisa mendapat tambahan uang, sampai ada satu lomba membaca Al Quran yang diadakan di sekolahnya dengan hadiah 1000 riyal. Demi mendapatkan sepeda itu, akhirnya Wadjda mati-matian belajar Al Quran dan tafsirnya agar bisa memenangkan lomba. Dari film ini, kita bisa melihat bahwa dengan berusaha bersungguh-sungguh, pasti akan mendapat hasilnya. Juga, dapat melihat bagaimana posisi wanita di tengah masyarakat Arab Saudi.

6. Love Is All You Need
Won Best Actress at Robert Awards
Won Best Comedy at European Film Awards
 Love Is All You Need merupakan film produksi Denmark tahun 2012. Pas ngeliat salah satu pemerannya adalah Pierce Brosnan, saya jadi penasaran apa iya si Brosnan bisa bahasa Denmark ya? Tapi...ternyata di sepanjang film dia ngomong bahasa Inggris, hehehe. Eniwei, film ini menceritakan kisah seorang wanita bernama Ida, yang baru saja menjalani operasi kanker payudara dan menemukan bahwa suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Sementara Brosnan berperan sebagai Philip, seorang duda yang belum bisa melupakan mendiang istrinya. Mereka bertemu di pernikahan kedua anak mereka, dan akhirnya menemukan bahwa walau ada suatu momen menyakitkan dalam hidup dan sulit untuk melupakannya, hal yang terpenting adalah untuk terus menjalani hidup, semangat menghadapinya, dan berani untuk mengambil langkah baru.

No comments:

Post a Comment