Bagian depan House of Sampoerna |
Kali ini mo sharing soal trip tahun lalu saat saya ikutan trip ke Bromo dan Surabaya. Emang sih udah late post bangeeett, tapi ga ada salahnya kaaan kalo mo sharing aja, hehehe. Eniwei, tujuan utama trip kali itu sebenernya mah ke Bromo, tapi waktu itu travel organizernya mengatur jadwal agar kita mampir dulu ke House of Sampoerna sebelum pergi ke Bromo. Jadi...inilah hasil jalan-jalan saya ke museum House of Sampoerna.
House of Sampoerna: Falsafah Tiga Tangan Seeng Tee
Tiga jari telunjuk yang menyatu dalam satu lingkaran menunjuk
ke tiga arah. Simbol ini mudah ditemui di dalam House of Sampoerna karena
menghiasi setiap dinding di dalam museum. Falsafah Tiga Tangan. Begitulah
Sampoerna menyebut jaringan tiga jari yang menyiratkan jaringan produsen,
konsumen dan distributor. Tiga elemen terpenting dalam roda perdagangan. Simbol
itu juga menandakan pentingnya kerja sama tiga pihak tersebut dalam mendukung
roda perekonomian dan mencapai win-win
solution yang menghasilkan keuntungan bersama. Pendiri Sampoerna, Liem
Seeng Tee pun memegang teguh falsafah tersebut dalam menjalankan perusahaannya.
Tiada hasil tanpa kerja keras. Peribahasa Cina ini tampaknya
dipegang teguh oleh Seeng Tee ketika menapaki awal usahanya sejak zaman
Belanda. Bermigrasi ke Indonesia di tahun 1898 dari sebuah desa di provinsi
Fujian, Cina, Seeng Tee bersama ayah dan saudara perempuannya mencoba
peruntungan di tanah air. Sayang beberapa waktu kemudian ayah Seeng Tee meninggal
dunia. Hal itu membuat Seeng Tee muda bekerja demi menghidupi dirinya secara
mandiri. Berbagai macam pekerjaan dijabaninya, mulai dari berdagang makanan di
kereta api selama 18 bulan, hingga mampu membeli sebuah sepeda second yang
dipakainya untuk berjualan arang dengan berkeliling wilayah Surabaya.
Usahanya kemudian mulai berbalik arah ketika sebuah
kesempatan datang saat sebuah perusahaan tembakau dijual karena bangkrut.
Dengan tabungan yang telah disisihkan dari hasil kerjanya, ia dan istrinya
memutuskan membeli perusahaan tersebut. Keahlian Sampoerna dalam meracik
tembakau menjadi pilar dalam roda perusahaan yang perlahan semakin berkembang. Kumpulan
100 Classic Marketing Stories yang dihimpun Markeeters pun memasukkan kisah
produk Sampoerna itu ke dalamnya, dimana usaha itu tetap bertahan di tengah
pergantian era politik Indonesia
dan naik turunnya perekonomian tanah air. Marketeers bahkan menyebutkan produk
tersebut sempat menjadi mata uang di kalangan pedagang di era 1930-1940an
karena dianggap nilainya lebih stabil dibanding mata uang yang berlaku saat
itu.
House of Sampoerna
Usaha Sampoerna yang terus berkembang kemudian menimbulkan
kebutuhan akan ruangan yang lebih besar yang bisa dipakai sebagai ruang
produksi. Perhatian Sampoerna kemudian beralih ke sebuah bangunan besar yang terdiri
dari tiga bangunan, terletak di utara Surabaya .
Komplek gedung yang terdiri dari tiga bangunan itu kemudian dibeli Sampoerna
pada 1932, dimana satu gedung utama yang terletak di tengah dijadikan pusat
produksi, sedangkan dua bangunan lainnya yang terletak di kanan kiri bangunan
utama menjadi tempat tinggal Sampoerna dan keluarganya.
Ruangan ini yang akan kita temui saat pertama kali masuk ke museum. |
Kedekatan tempat tinggal keluarganya dengan pusat produksi
memang sengaja dilakukan oleh Sampoerna, agar anak-anaknya dapat mengetahui bisnis
yang dijalankan keluarga dan bisa langsung mempelajarinya di lapangan. Di sisi
lain, kedekatan dengan pusat produksi usahanya juga memungkinkan dirinya untuk
mengawasi segala aspek operasional bisnisnya yang berjalan seminggu penuh
selama 12-15 jam sehari, tergantung pada permintaan dari para agen.
Tradisi
tersebut pun masih dipegang sampai sekarang, meski Sampoerna kini fokus pada
lini bisnis lainnya. Sebagian besar bangunan utama memang telah berubah menjadi
museum, tetapi pengunjung masih bisa melihat proses produksi di bagian belakang
bangunan, dimana ratusan pekerja menghasilkan 325 batang per jam. Sementara
sayap kiri bangunan (sebelah timur) dialih fungsi menjadi café dan galeri seni,
sayap kanan bangunan (sebelah barat) masih menjadi tempat tinggal keluarga
Sampoerna. Kedua bangunan yang mengapit gedung utama ini memiliki denah bangunan
yang terbalik sama satu sama lain, seperti cermin.
House of Sampoerna yang berlokasi hanya beberapa blok dari
Fungsi
bangunan utama House of Sampoerna dari waktu ke waktu pun tak selamanya menjadi
pusat produksi, tetapi pernah pula beralih fungsi menjadi bioskop dan gedung
teater yang bermula dari ide istri Seeng Tee. Pada
zaman 1930 hingga 1960 bangunan tersebut menjadi salah satu bioskop terbesar di
kota Surabaya
dengan dilengkapi oleh proyektor modern. Auditorium yang luas di bagian
belakang gedung utama menjadi tempat pertunjukan. Namanya pun berganti menjadi
Sampoerna Theater.
Dua gambar Charlie Chaplin dan Marilyn Monroe jadi salah satu spot favorit buat poto-poto :D |
Beragam genre film sempat diputar di tempat itu, mulai dari
film produksi dalam negeri hingga film Barat yang populer di masa itu.
Film-film Barat yang diputar di masa itu diantaranya adalah film-film yang
dibintangi Charlie Chaplin dan Marilyn Monroe, sedangkan pertunjukan teater
diantaranya adalah Roro Mendoet I, Lelutjon, ketoprak Darmo Tjarito, Pandji
Soemirang, dan Lenggang Djakarta. Bahkan ketika Charlie Chaplin mendatangi Indonesia , ia sempat berkunjung ke Surabaya dan menyambangi
Sampoerna Theater di tahun 1930-an. Jejak rekam House of Sampoerna yang pernah
menjadi bioskop ditunjukkan dengan menempatkan gambar Marilyn Monroe dan
Charlie Chaplin di kedua sisi pintu masuk gedung utama.
Sampoerna
Theater di masa itu ternyata juga tak hanya digunakan untuk menggelar berbagai
pertunjukan, tetapi juga menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia .
Teater tersebut pernah digunakan oleh orator Indonesia, Soekarno untuk
berpidato tentang pergerakan dan perjuangan rakyat Indonesia terhadap
penjajahan di tahun 1932, usai Soekarno dibebaskan dari penjara Sukamiskin,
Bandung pada 1931.
Pada
tahun 1961 fungsi gedung Sampoerna Theater dikembalikan ke tujuan awalnya yaitu
sebagai pusat produksi bisnis Sampoerna. Hingga pada 2003 bangunan seluas 1,5
hektar ini direstorasi dan dibuka untuk publik. Gedung utama berlantai dua
diubah menjadi museum. Di lantai pertama pengunjung dapat melihat berbagai memorabilia
milik Sampoerna, mulai dari sepeda ontel yang digunakan oleh Seeng Tee, meja
kerja, hingga berbagai alat produksi. Di lantai kedua terdapat toko cinderamata
yang tidak hanya menjual pernak-pernik Sampoerna, tetapi juga batik dan
cindermata khas Indonesia
lainnya.
Rumah
bagian barat yang masih dihuni keluarga Sampoerna tertutup untuk umum. Di
sebelah bangunan itu terpampang sebuah mobil Rolls Royce merah marun berplat
nomor SL 234 milik Putra Sampoerna yang pernah digunakannya saat bermukim di
Singapura pada 1974 hingga 1994.Sementara, rumah di sebelah timur digunakan untuk
café, galeri seni, dan toko cinderamata. Café House of Sampoerna menyajikan
pula hidangan khas Indonesia
seperti sop buntut, gado-gado hingga wedang jahe.
Berminat keliling Surabaya
sambil mengetahui seluk beluk bangunan bersejarah? Kini Surabaya memiliki
Surabaya Heritage Track, yaitu berupa tur wisata ke beberapa situs bersejarah
di Kota Pahlawan. Surabaya Heritage Track memiliki rute tur di sekitar Surabaya
Utara. Pengunjung bisa berkeliling menggunakan bis untuk melihat peninggalan
warisan yang masih terjaga dan menjadi cagar budaya kota
Surabaya , sehingga bisa mengetahui sejumput sejarah
tentang kota
yang diberi julukan Kota Pahlawan ini.
Surabaya Heritage Track memiliki jadwal tur mulai Selasa
sampai Minggu. Di hari Selasa sampai Kamis ada dua rute yang dilalui, yaitu
Tugu Pahlawan – PTPN XI dan Hok Ang Kiong Temple – Kampung Cina dan Arab yang
dimulai pada pukul 09.00-16.00 WIB. Sementara di hari Jumat sampai Minggu tur
dimulai pukul 09.00-16.30 WIB dengan rute Balai Pemuda – Balai Kota – Cak
Durasim (Taman Budaya).
Ini bis yang dipake buat tur wisata sejarah Surabaya. |
Bis berwarna merah
terang dengan desain grafis situs-situs bersejarah di Surabaya di badan bis ini memulai
perjalanannya dari House of Sampoerna. Badan bis yang berbentuk seperti trem
ini seolah mengajak pengunjung bernostalgia ke masa-masa Surabaya
tempo dulu, dimana ketika itu trem menjadi salah satu moda transportasi
masyarakat Surabaya.
No comments:
Post a Comment