Hari kedua di Bangkok dimulai dengan tur ke Madame Tussaud
(museum patung lilin). Museum ini terletak di dalam mal, tepatnya di Siam
Discovery Center, Lantai 6. Berhubung si Tussaud baru buka jam 10.00, saya
leha-leha sarapan dulu di hostel dan baru cabs jam 09.00. Seperti hari
sebelumnya, dari hostel saya menuju MRT Queen Sirikit, transit di interchange
Asok, dan naik BTS ke Siam Station.
Dari
Siam Station ini tinggal jalan kaki aja ke Siam Discovery. Ngga mungkin nyasar
karena mal-nya sebelahan sama stasiun BTS. Cuma yang perlu diperhatikan di Siam
ini ada dua mal, yaitu Siam Discovery dan Siam Paragon. Jika kamu masuk dari
Siam Paragon pun ga usah kuatir akan nyasar karena ada jembatan penghubung ke
Siam Discovery, tinggal liatin aja petunjuk jalan yang ada di dalam mal.
Kebetulan waktu itu saya lewat luar mal, ngikutin rombongan anak-anak sekolah,
hehehe. Ngga tau kenapa feeling saya waktu itu bilang kalo rombongan anak-anak
itu juga akan menuju Madame Tussaud. Dan, ternyata benar, hehehe. Rombongan itu
berhenti tepat di depan Siam Discovery, sedangkan saya terus lanjut naik ke
lantai 6.
Di
Madame Tussaud ini saya janjian ketemu sama Tira dan Lia, teman yang saya temui
di Backpacker Indonesia (BPI). Sempet kuatir ngga akan ketemu sama mereka. Ngga
nyangka akhirnya ketemu di depan pintu masuk Madame Tussaud, saat mereka lagi
poto-poto narsis sama Tom Cruise. Dan, saya ngga mau kalah juga dooonggg,
hahaha. Ngga nyampe 5 menit pose-pose gaya sama si Om Tom, kita pun segera ke
konter tiket. Berhubung udah beli tiket secara online, kita tinggal nyebutin
kode booking aja ke petugas tiket dan ngasih liat kartu kredit yang dipakai
untuk transaksi. Setelah oke, petugas tiket ngasih voucher diskon foto ke kita.
Jadi di dalam nanti akan ada beberapa petugas yang stand by di patung-patung
tertentu (contoh: patung Obama dan Wolverine) dengan kamera. Nah, jika kita mau
souvenir khusus foto Madame Tussaud tinggal kasih ke si petugas foto di dalam,
nanti kita akan dapat potongan diskon 15 %, kalo ga salah. Yah, kalo saya sih
udah niat ga akan pake vouchernya, jadi aja itu voucher masuk ke kantong
terdalam, hehehe.
Sama Presiden Soekarno |
Memasuki
Madame Tussaud di bagian depan, kita akan disambut oleh patung wanita Thailand
lengkap dengan baju tradisionalnya. Lanjut lagi, ada patung presiden Indonesia,
Ir Soekarno. Bangga rasanya ngeliat ada tokoh dari Indonesia dijadiin patung
lilin di Madame Tussaud :).
Setelah itu, masuk ke area yang lebih luas, ada Lady Di, Mahatma Gandhi, Obama,
Aung San Suu Kyi, Queen Elizabeth, dan beberapa tokoh Thailand. Di area ini
saya tersadar kalo wisatawan di dalam sana sebagian besar berasal dari
Indonesia. Dari mana saya tau? Gimana ngga? Mereka pada ngomong bahasa
Indonesia! “Hey, fotoin gue disini, dong”. “Eh, tunggu gw mau foto disini”,
dst. Hahaha. Berasa lagi ada di Jakarta, bukan di Bangkok.
Di
area itu kami hanya berhasil foto-foto sama Obama, Lady Di, Aung San Suu Kyi.
Pengen foto sama Queen Elizabeth, tapi pas liat ada banyak orang yang antri
foto juga, akhirnya kami memutuskan untuk lanjut ke area berikutnya dan berniat
akan kembali lagi ke area itu nantinya. Di area selanjutnya adalah area pelukis
dan penemu di masa lampau. Ada Pablo Picasso dan Albert Einstein. Ga jauh dari
Einstein, ada Luciano Pavarotti. Di sini pose dulu ala pemain piano/pemusik
opera, lengkap dengan satu set piano, top hat, dan jubah ala penyanyi opera.
Madame Tussaud memang menyediakan pula beberapa properti untuk dipakai
pengunjung bergaya bersama si patung lilin. Lumayan lah ya…hehehe.
Pose dulu sama Gerrard :D. Tak pedulikan Rooney yang lagi nyengir :P |
Lanjut
dari sana, adalah area olahraga. Daaan…disinilah saya menemukan patung yang
sudah saya tunggu-tunggu dan incar sejak sebelum saya masuk ke Madame Tussaud.
Siapa lagi kalo bukan, Steven Gerrard! Hahaha. Patung lilin Gerrard memang
layak ada di Madame Tussaud Bangkok. Kenapa? Karena Thailand dikenal sebagai
salah satu basis fans Liverpool FC terbesar di Asia Tenggara, selain Indonesia.
Mata saya langsung berbinar-binar ngeliat patung Gerrard di depan mata. Oh, how
I wish I could stand right in front of the real him! Seperti di patung-patung
sebelumnya, saya minta tolong ambilin foto dengan ponsel sama Lia/Tira. Ngga
cukup di ponsel aja, dengan bermodal tripod, saya pun berpose lagi sama si
Gerrard. Wayne Rooney yang ada di sebelah Gerrard pun tak saya pedulikan,
hahaha. Saya baru selesai berpose-pose ria, setelah ngeliat Tira dan Lia udah
ngeloyor pergi ke area selanjutnya. Buru-buru deh tuh ngangkut tripod. Eeehhh,
tapi berhenti dulu saat ngeliat David Beckham lagi push up di atas bangku, terus
pose manis di sampingnya, hahaha. Setelah patung lilin para pesepakbola,
ternyata di sana ada juga patung atlet olahraga lainnya, seperti Muhammad Ali
sampai Yao Ming.
Di
area berikutnya adalah kategori superhero dan tokoh animasi. Di sini kita dapat
menemukan Spiderman, Wolverine, Doraemon dan Hello Kitty. Di area terakhir ada
deretan para selebriti Hollywood dan penyanyi internasional. Ada Oprah Winfrey,
Naomi Campbell, George Clooney, Nicolas Cage, Will Smith, Brangelina, Justin
Bieber, Adele, Johnny Depp, Michael Jackson, Madonna, Beyonce, Katy Perry,
Nicole Kidman, Julia Roberts, Jackie Chan. Di sini juga ada deretan patung
Oscar sebagai properti. Saat kita di area ini wisatawan semakin ramai karena ada
rombongan anak sekolah yang tadi saya ikuti. Setelah melihat kondisi yang
semakin ramai itu, kami pun bergegas kembali ke area depan. Kan, kita belum
foto sama Queen Elizabeth, bo. #penting :p
Royal Families Wanna-Be |
Akhirnya,
kami berlarian balik ke sana karena waktu sudah menunjukkan hampir jam 12. Kami
memang hanya menetapkan batas waktu di Madame Tussaud hanya sampai jam 12 siang
saja, karena selanjutnya kami masih mau ke Grand Palace. Ngga berasa emang kita
di dalam udah hampir dua jam, padahal cuma foto-foto sama patung doang ya?
Hehehe. Sesudah puas pose dengan si ratu, kami balik lagi ke area terakhir di
Madame Tussaud, menuju pintu keluar dekat area selebriti Hollywood. Pintu
masuk-keluar di museum ini memang sudah diatur sedemikian rupa, sehingga pengunjung
sudah terarahkan untuk dapat melihat seluruh koleksi patung. Di arah pintu
keluar ini pengunjung akan menemukan sejarah singkat Madame Tussaud dan toko
souvenir. Kami pun hanya melihat sekilas souvenir yang dijual. Standar souvenir
aja sih yang dijual di sana, kayak gantungan kunci, tumbler, notes, dll. Kita
juga bisa mencetak tangan kita dengan lilin sebagai souvenir, tapi berhubung
kami tak tertarik, jadi ya ga liat-liat juga.
Keluar
dari Madame Tussaud, kami memutuskan untuk nyari makan siang dulu. Sempet
bingung nyari tempat makanan halal di Siam Discovery, akhirnya kami memutuskan
ke food court-nya, Food Republic. Di food court ini sistemnya kita deposit uang
dulu minimal 100 baht di kasir, lalu akan dikasih kartu berisi jumlah uang
deposit, yang nanti akan didebet saat pesan dan bayar makanan di counter.
Sembari Tira antri di kasir, saya nanya ke petugas kasir, apa ada counter
makanan halal di sana? Si mbak petugas sempet bingung dan nanya ke temennya,
akhirnya kami diarahkan untuk ke counter makanan Melayu-India. Saya lupa nama
counternya, tapi yang jelas menu di sana didominasi oleh kari. Saya memilih
yellow rice with tuna seharga 70 baht, sedangkan Lia dan Tira memilih yellow
rice with chicken seharga 60 baht.
Selesai
makan, kami menuju Siam Paragon. Berdasar info yang saya catat sebelumnya, di
sana ada prayer room yang berlokasi di Lantai B1 (Basement), South Wing. Sempet
nyasar awalnya sampai ke parkiran basement, tapi setelah nanya ke petugas,
akhirnya nemu juga prayer room yang
dimaksud. Setelah selesai shalat, kami segera keluar mal dan antri taksi. Kami
memutuskan untuk share cost taksi karena waktu sudah menunjukkan lewat dari pukul
13.00 WIB. Alhamdulillah dapet taksi yang pake argometer dan supir yang ramah.
Perjalanan ke Grand Palace ga sampai 30 menit. Setelah sampai kami segera masuk
ke dalam dan antri tiket.
Saat masuk ke area dalam Grand Palace sudah banyak sekali
wisatawan di sana, padahal matahari sedang terik. Saya pun mengeluarkan payung
untuk melindungi diri dari sinar matahari. Saat memasuki area dalam, banyak
sekali relik menarik. Ada beberapa relik yang sudah saya lihat miniaturnya di
Ananta Samakhom. Selain stupa, di dalam sana juga ada kuil. Untuk memasuki kuil
ini pengunjung harus melepas alas kaki, tidak boleh berfoto dan berisik. Grand
Palace adalah area yang sangat luas, kami pun tidak sempat menjelajahi
semuanya. Selain karena areanya luas, cuacanya juga sedang panas-panasnya.
Beberapa kali kami berhenti beristirahat sembari antri isi ulang air botol
minum. Ya, pengelola Grand Palace memang menyediakan beberapa titik tempat isi
ulang air minum. Lumayan ga perlu beli air. Sebelumnya, kami memang sudah siap
sedia botol minum dari rumah sehingga bisa irit, hehehe.
Setelah kurang lebih dua jam di sana, kami memutuskan untuk
segera cabs dan menuju Wat Arun. Wat Pho, yang ada di sisi berlainan dari Grand
Palace, kami lewatkan karena hari sudah hampir sore. Saat keluar dari Grand
Palace (gerbang masuk = gerbang keluar), kami sempat berdiskusi apakah mau naik
taksi atau jalan kaki untuk menuju pasar Tha Tien (disana ada dermaga untuk
menyebrangi sungai Chao Phraya menuju Wat Arun). Jarak dari pintu masuk/keluar
Grand Palace dengan pasar Tha Tien hampir 1 kilometer. Karena tidak mau
bercapek-capek ria, akhirnya kami memutuskan naik taksi. Nemu sopir taksi yang
menawarkan mengantarkan ke Tha Tien hanya dengan 40 baht. Karena kami bertiga
dan share cost, ya kita ngerasa tarif itu udah best deal lah, ya, daripada
jalan kaki 1 kilo, hehehe. #manja
Wat Arun |
Saat sampai di Tha Tien, si supir taksi tetiba ngomong kalau
Wat Arun udah tutup dan menawarkan kami untuk mengalihkan tujuan wisata ke
toko-toko emas (si supir ngeliatin deretan gambar toko-toko di kertas yang dia
bawa). Padahal, saat itu baru sekitar jam 4 sore dan menurut info Wat Arun
tutup jam 5-an. Damn! Saat itu juga kami mulai sadar kalo kami kena scam. Sebelumnya emang udah banyak yang
cerita di internet, hati-hati bagi wisatawan yang berada di sekitar Grand Palace.
Banyak wisatawan yang kena scam macam
begitu. Ada sekelompok oknum yang menunggu para wisatawan di bagian luar Grand
Palace, bilang kalau Grand Palace/Wat Pho/Wat Arun sudah tutup dan mending ikut
mereka liat-liat toko emas dekat sana. Mereka akan menawarkan tarif
transportasi taksi atau tuktuk yang sangat murah, tapi ujung-ujungnya kita akan
dibawa ke toko-toko itu. Sebagai imbalan bagi para supir itu adalah uang bensin
dari para pemilik toko. Memang katanya saat diajak ke toko itu, kita ga diminta
beli, tapi ada juga yang sampe dipaksa beli. Males aja kan diajak ke toko-toko
begituan, padahal ga niat beli. Lagian jadi buang-buang waktu juga. Setelah
kami sadar kalo terkena jebakan scam,
akhirnya kami bilang ke si supir, “Ya sudah kami turun di sini aja”. Si supir
tetep keukeuh kalo Wat Arun tutup, tapi kami juga tetep keukeuh mau turun.
Tanpa ba, bi, bu, saya langsung kasih uang pas 40 baht, turun dari taksi, dan
kami ngeloyor pergi. Selamat-lah kami dari jebakan scam.
Untuk menuju Wat Arun, pengunjung memang harus memasuki
sebuah pasar kecil untuk menuju dermaga Tha Tien (tempat penyebrangan khusus ke
Wat Arun). Di ujung pasar ada kios tiket kecil. Per orang membayar 3 baht saja untuk
penyebrangan bolak-balik Wat Arun-Tha Tien. Dari Tha Tien, kami sudah bisa
melihat Wat Arun dari kejauhan. Sesampainya di dermaga, sudah ada perahu besar
yang menunggu. Dan, kami pun menyebrang bersama para wisatawan lainnya.
Menyebrangi Chao Phraya menuju Wat Arun (kuil di belakang kanan) |
Steep Stairs |
Eniwei, waktu tempuh Tha Tien-Wat Arun sekitar 5 menit saja.
Sesampainya di dermaga Wat Arun kami menuju loket tiket yang ada di bagian
tengah. Kami agak bingung awalnya karena tidak ada loket tiket masuk Wat Arun di
dekat dermaga, karena itu kami pun langsung menuju bagian tengah area.
Ternyata, loket tiketnya agak nyempil di bagian tengah. Tiket masuk Wat Arun seharga
50 baht. Dari info yang saya peroleh sebelumnya, tiket Wat Arun seharga 100
baht, entah kenapa saat itu hanya 50 baht, hehehe Alhamdulillah. Mungkin karena
sudah sore. Saat kami masuk ke dalam, Wat Arun tampak biasa saja sebenarnya.
Namun, yang membuatnya menantang adalah tangga untuk naik ke atas yang sangat
curam. Selain jarak antara anak tangga yang satu dengan lainnya sangat tinggi,
lebar tangga juga sangat kecil, mungkin hanya sekitar 20-25 cm. Wat Arun
terdiri dari tiga layer (kalo ga salah), tapi saya hanya berani sampai di layer
kedua, hehehe. Ga sanggup sampe ke atas.
Setelah selesai ngeliat-ngeliat pemandangan dan
foto-foto,kami pun segera cabut dan menuju pintu keluar yang ada di sisi
bersebrangan dengan pintu masuk. Tak disangka pas di pintu keluar itu ada
jejeran kios pedagang kaos dan suvenir yang telah menunggu.Harganya pun cukup
murah (menurut saya). 1 lusin kaus dihargai 1000 baht. Dibanding harga kaus yang
pernah saya lihat sekilas di MBK kemarin seharga 100 baht 1 kaus, kaus di Wat
Arun lebih murah. Akhirnya saya, Lia, dan Tira patungan membeli 1 lusin kaus,
masing-masing 4 kaus.
Oh ya, yang menarik dari kios di Wat Arun adalah para
pedagangnya yang bisa sedikit bahasa Indonesia. Saat kita keluar dari Wat Arun
dan menuju toko suvenir di sana, pasti akan segera terdengar sambutan para
pedagang di sana, “Ayo ibu, kaus murah, kaus murah, 1000 baht 1 lusin”. Berasa
lagi ada di Tenabang, bukan di Bangkok, hahaha. Awalnya kaget, tapi terus
mafhum setelah melihat banyak orang Indonesia yang lagi belanja di sana juga. Dan,
saya baru sadar kalau para pedagang itu juga menuliskan harga kaus dalam bahasa
Indonesia. Jadi bukan tulisan “1000 baht for 1 dozen” yang akan kita temui di
sana, tapi “1 lusin = 1000 baht” atau “1 buah = 100 baht”. Sayang saya lupa
memfotonya karena sibuk milih kaus, hehehe. Sepertinya banyak wisatawan
Indonesia yang berkunjung ke Wat Arun dan berbelanja, sehingga para pedagang di
sana pun menyempatkan untuk belajar bahasa Indonesia. Saat Lia iseng bertanya
ke salah satu pedagang di sana, “Mbak (manggilnya pun mbak, hahaha) bisa bahasa
Indonesia ya?,”. “Iya, sedikit-sedikit.” Lumayan banget loh pedagang di sana
bisa bahasa Indonesia, kita pun jadi terbantu banget. Contoh: waktu saya dan
Lia ingin beli kaus anak-anak. Si pedagang bisa nanya,”Umurnya berapa?”, atau
komen “Yang ini pas untuk usia anak 5 tahun”, atau ngomong “Yang gambar itu
cuma ada ukuran yang ini, ini dan ini”. Kita juga jadi bisa nanya, “Ada yang
lebih kecil/besar?”, dst. Beneran deh berasa kayak di pasar di Jakarta aja
gitu, hahaha. Selain kaus, saya membeli magnet kulkas dan pajangan kuningan di
sana.
Dermaga Wat Arun |
Selesai berbelanja, kami kembali ke dermaga, menunggu
jemputan kapal untuk menuju Tha Tien Pier. Dari Wat Arun, kami berencana menuju
MBK untuk berbelanja oleh-oleh lainnya. Ada beberapa pilihan transportasi
antara perahu, tuktuk atau taksi. Sempat terpikir naik perahu dari Tha Tien sampai
Central Pier, terus nyambung naik BTS dari Saphan Taksin Station (dekat Central
Pier) untuk ke National Stadium Station (deket MBK). Pertimbangan kami adalah
karena hari itu sudah sore dan jalanan pasti akan macet karena berbarengan
dengan jam pulang kantor. Namun, karena pilihan transportasi itu dinilai akan
memakan waktu lebih lama, akhirnya kami memutuskan naik tuktuk. Alasannya,
supir tuktuk biasanya melewati jalan-jalan alternatif dan jalan kecil, sehingga
kami bisa lebih cepat sampai ke MBK daripada naik taksi. Tarif tuktuk dari Tha
Tien ke MBK sebesar 100 baht.
Sesampainya di MBK, kami segera mencari incaran oleh-oleh,
diantaranya gantungan kunci, kripik duren, tas, dan beberapa pajangan. Saat
waktu makan malam tiba, kami pun menuju The Fifth Food Avenue di lantai 5,
foodcourt yang punya 3 tempat makanan halal, yaitu menu masakan Indonesia di
Jimbaran Bali, menu Timur Tengah di Ali’s Arabic Cuisine dan menu Thailand di
Thai Muslim by Sultana. Selesai makan, kami kembali berburu oleh-oleh sampai MBK
hampir tutup, sekitar pukul 21.00-22.00. Dari MBK kami memutuskan untuk naik
taksi ke hotel tempat Tira dan Lia menginap di sekitar Pratunam. Saya memang
punya rencana untuk melihat-lihat pasar Pratunam, yang kabarnya barang-barang
disana juga murah. Dengan barang belanjaan yang segambreng, kami pun langsung
naik taksi, tanpa bertanya-tanya soal argometer. Dan, bener aja, kita ‘diperas’
sama si supir taksi dengan harus membayar 400 baht dari MBK ke Pratunam. What the hell?! Sempet nawar-nawar sama
si supir, tapi dia teteup keukeuh, akhirnya terpaksa bayar 400 baht.
Sesampainya
di kamar hotel, menaruh barang, dan leyeh-leyeh sebentar, kami bertiga segera
cabs ke Pratunam. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Sempet mikir apa pedagang
di Pratunam masih pada jualan? Tapi pas sampe sana ternyata kiosnya udah tutup
semua, hahaha. Kemaleman, kita. Berhubung saat itu juga sudah hampir tengah malam,
akhirnya saya pun menginap di hotel Tira dan Lia malam itu dan memutuskan balik
ke hostel di pagi hari sebelum pergi ke Pattaya esok hari.
Total Pengeluaran Hari 2 -> 3.685 baht
Transport ke Siam : 43 baht
Tiket Madame Tussaud (online booking) : 480 baht
Makan siang : 70 baht
Share cost taxi Siam - Grand Palace : +/- 30 baht
Tiket Grand Palace : 500 baht
Share Cost Taxi Grand Palace - Tha Tien : +/- 13 baht
Nyebrang ke Wat Arun : 3 baht
Tiket Wat Arun : 50 baht
Belanja di Wat Arun : 830 baht
Share cost Tuktuk Tha Tien - MBK : +/- 33 baht
Belanja + Makan di MBK : +/- 1500 baht
Share Cost Taxi MBK - Pratunam : +/- 133 baht
Total Pengeluaran Hari 2 -> 3.685 baht
Transport ke Siam : 43 baht
Tiket Madame Tussaud (online booking) : 480 baht
Makan siang : 70 baht
Share cost taxi Siam - Grand Palace : +/- 30 baht
Tiket Grand Palace : 500 baht
Share Cost Taxi Grand Palace - Tha Tien : +/- 13 baht
Nyebrang ke Wat Arun : 3 baht
Tiket Wat Arun : 50 baht
Belanja di Wat Arun : 830 baht
Share cost Tuktuk Tha Tien - MBK : +/- 33 baht
Belanja + Makan di MBK : +/- 1500 baht
Share Cost Taxi MBK - Pratunam : +/- 133 baht